
Sulit
bagi orang tua manapun untuk menerima bahwa anaknya memiliki cacat mental atau
tunagrahita. Berbagai cara akan ditempuh agar anaknya kembali normal, meski
kenyataannya kondisi ini bukan semacam penyakit yang bisa disembuhkan.
"Sometimes,
we have questions like 'ada obat untuk anak saya?'," kata Mila van der
Meer, seorang konsultan pendidikan khusus untuk tunagrahita, sekaligus project
leader Yayasan Sukacita saat ditemui detikHealth di Bintaro, Jakarta Selatan
seperti ditulis pada Sabtu, (26/1/2013).
Sebuah
pertanyaan yang mudah untuk dijawab sebenarnya, sebab hingga kini memang belum
ada obat yang bisa mengatasi keterbelakangan mental atau sering disebut juga
cacat mental. Namun bagi orang tua dengan anak cacat mental, tentu bukan
jawaban itu yang diharapkan.
Kalaupun
tidak ada obat, maka bentuk terapi lainnya akan terus dicari. Di tempat Mila
dan rekannya, Marieke Nijland berkarya sejak 2007 yakni di Bali, tidak sedikit
orang tua dengan anak cacat mental mencari kesembuhan ke balian atau semacam
dukun tradisional Bali.
Harapan
untuk bisa menyembuhkan anak cacat mental tidak serta merta bisa diartikan
bahwa para orang tua tidak bisa menerima kondisi anaknya. Umumnya justru karena
menerima, para orang tua lantas mencari pengobatan sebagai bentuk perhatian dan
kasih sayangnya pada sang anak.
"That's
also acceptation (itu juga termasuk penerimaan), because mereka masih pikir
dengan obat anaknya mungkin bisa sehat lagi," lanjut Mila yang bersama
Marieke mendirikan Yayasan Sukacita, sebuah pusat pengetahuan dan informasi
mengenai anak-anak tunagrahita di Ubud, Bali pada tahun 2010.
Kecenderungan
untuk mencari bentuk-bentuk pengobatan alternatif tidak selalu karena kurang
informasi. Orang tua yang berpendidikan sekalipun juga sering melakukan itu,
meski tahu bahwa cacat mental susah disembuhkan. Bukan pula soal kaya atau
miskin, sebab siapapun pasti akan sulit berdiam diri tanpa melakukan upaya
apapun jika memiliki anak dengan cacat mental.
Bahkan
bukan hanya di Bali atau Indonesia pada umumnya, di Belanda yang relatif lebih
maju pun masih banyak orang tua mencari terapi alternatif untuk anak cacat
mental. Tidak peduli belum ada bukti ilmiahnya, selama tidak membahayakan si
anak maka pasti akan dicoba.
"Semua
orang tua mencoba semua cara untuk membikin anak jadi biasa lagi. Saya juga
lihat di Holland, di Belanda, ada terapi ini terapi itu. Ada juga trainning
dengan dolphin, dengan lumba-lumba. Itu tidak selalu berarti negatif, bisa juga
positif karena itu bagian dari proses," kata Mila.
Sumber: http://health.detik.com/read/2013/01/26/105809/2152745/763/dari-dukun-sampai-lumba-lumba-semua-demi-sembuhkan-cacat-mental?l992205755
Tidak ada komentar:
Posting Komentar